Praktisi hukum Tegar Putuhena mengatakan, peringatan itu penting dilakukan agar Polri tidak salah menerapkan pasal pidana.
Terlebih, kata dia, ada beberapa terperiksa yang memang terkena prank atau jebakan dari skenario pengaburan fakta yang disusun oleh tersangka mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo yang tidak lain adalah atasan Brigadir J.
Dia menekankan, bagi terperiksa yang kemudian terbukti dibohongi atau kena
prank tidak bisa dipersangkakan dengan pasal
obstruction of justice.
"Tidaklah benar jika orang-orang yang kena
prank harus dihukum. Justru saat ini kita harus fokus pada pelaku utama dan pelaku
obstruction of justice atau menghalangi penyidikan," kata Tegar dalam keterangannya, Sabtu (20/8).
Tegar mengatakan, pada kenyataannya semua orang kena
prank dari skenerio Ferdy Sambo. Mulai dari Komnas HAM, Kompolnas, pengacara, bahkan hingga Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
"Apa lantas semuanya juga harus dihukum?" tanyanya.
Tegar mengutip pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD, yang menyatakan ada tiga pihak dalam kasus pembunuhan Brigadir J. Yaitu pelaku tindak pidana utama, pelaku
obstruction of justice, dan mereka yang kena prank.
Berdasarkan hal tersebut, Tegar kembali menerangkan bahwa seseorang tidak bisa dihukum hanya karena secara kebetulan berada di tempat dan waktu yang salah atau pihak yang kena
prank Ferdy Sambo.
"Unsur kesengajaan mengandung makna
willen en weten, menghendaki dan mengetahui. Jika seseorang menghendaki melakukan suatu tindak pidana tanpa mengetahui saja tidak bisa dipidana," jelasnya.
"Apalagi kalau yang bersangkutan bahkan tidak mengetahui maka unsur dengan sengaja yang tidak terpenuhi," pungkas Tegar.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.